German Movie Festival

“Life is like a long marathon, you keep running and never stops until you reach the finish. You will need strategy and training to run through it until the end.”

Akibat terlalu lama gak sempat review, I’m not sure if the quote stated in this movie exactly like my opening. Namun film ini memang inti ceritanya adalah mengenai marathon, betapa seseorang yang sudah berusia lebih dari 70 tahun bernama Paul Averhoff masih ingin berpartisipasi dalam Berlin marathon. Kala dirinya masih muda, Paul seorang atlet lari, sedangkan istrinya Margot Averhoof merupakan trainer sekaligus managernya. Mereka memiliki putri tunggal –aku banget deh,haha – Birgit, yang berprofesi sebagai pramugari.

Tuntutan profesi, mengharuskan Birgit untuk sering bepergian dan meninggalkan kedua orangtuanya sendiri di rumah. Kedua orangtuanya kurang sreg jika putrinya membayar pembantu atau perawat untuk menemani mereka. Akan tetapi selalu muncul kecelakaan – kecelakaan, misalnya saat Margot terpeleset di kamar mandi, yang mengharuskan Birgit mengajukan cuti. Dengan penuh pertimbangan, Birgit memutuskan agar kedua orangtuanya tinggal di panti jompo. Setidaknya disana ada banyak perawat dan dokter yang menjaga 24 jam, merawat setiap saat serta tersedia ‘teman’ yang senasib sepenanggungan.

Sayangnya Paul dan istrinya tidak merasa panti jompo adalah tempat terbaik. Panti jompo lebih kepada tempat mengubur mimpi, menunggu akhir kehidupan dan penampung rasa putus asa. Lingkungan panti justru akhirnya mengobarkan semangat Paul, ia teringat passion hidupnya yaitu berlari. Tepuk tangan warga Jerman ketika dirinya naik podium, serta Margot yang setia menemaninya berlatih. Teman seusia Paul yang sudah terbiasa diperlakukan ‘tua’ memandang sebelah mata pada tekadnya mengikuti marathon. Beranggapan ia pasti tidak ada apa-apanya disbanding partisipan lain yang lebih muda.

Tak ada kata menyerah dalam diri Paul, ia terus berlatih meskipun fisiknya tak lagi sebugar dahulu. Margot yang sudah lama mengidap kanker, akhirnya kembali ke pelukan Tuhan beberapa hari sebelum marathon. Kepergian sang istri membuat Paul terpukul, ditambah lagi konflik dengan anak semata wayangnya Birgit. Selama ini putrinya merasa tak pernah bebas, selalu dibayangi dan dibatasi ruang geraknya oleh kedua orangtua, padahal usianya sudah sangat cukup untuk berkeluarga sendiri. Api yang berkobar, kini meredup, Paul mengalami kesedihan yang sangat mendalam.

Akankah Paul tetap mengikuti Berlin marathon dan berhasil mencapai finish ? Bagaimana hubungan ayah-anak semata wayang ini berakhir, tanpa figur seorang ibu ? This is a movie that you must see !! Wajib nonton Sein Letztes Rennen by Kilian Riedhof. Mungkin film-nya available di Wisma Jerman, yah memang sih dalam bahasa Jerman tapi ada subtitle Bahasa Inggrisnya kok 

“Human should never stops dreaming even though we are old enough”

Tinggalkan komentar