Ambassador of Indonesia

Beberapa minggu ini saya rajin baca koran gratisan berjudul Jakarta Expat yang bisa ngambil di kantor . Awalnya sih acuh tak acuh sama koran ini, kebanyakan yang ngambil adalah parent atau teachers, tapi setelah baca beberapa artikelnya ternyata menarik. Ini bukan cuma soal para orang bule yang tinggal di Indonesia, tapi juga bagaimana negara kita, termasuk kitanya dicapture dalam media yang segmentasinya buat expat. Mereka menjadi minoritas disini, ibarat TKI kita kalau diluar negri lah, tapi tentu berbeda ya, sejauh ini sih saya belum pernah tau ada WNA yang disetrika oleh majikan Indonesia …hahaha. Kalo ada pasti udah jadi headline berita.

Jadi saya akan ulas beberapa artikel yang menurut saya menarik ,  tentu dalam bahasa Inggris campur ala saya seperti biasanya J Happy reading folks,,,

Artikel pertama ditulis oleh Antony, berjudul Jakarta Real People. Paragraf pembuka di artikel ini cukup menggugah ‘ soap operas here tend to follow the same tired old mantra of white skinned, rich people getting themselves involved in no end of drama, with a piano or drum kit as accompaniment. Real life proves to be much more fun, and best of all, lacks the fake eyelashes’. See..bagaimana wong-wong bule ini juga ngeh dengan tematik sinteron yang selalu samaan. Apalagi sekarang, semua yang disnetron dipakein jilbab dan kopyah,, mungkin as a refreshement?? Karena hijabee lagi in.

Ok to the next paragraph, jadi si bapak ini bercerita tentang sopirnya, yang mana berhenti kerja secara mendadak. Dia penasaran, jadi dikirimlah pembantunya untuk nyariin ke rumah pak sopir, ternyata pak driver itu udah minggat dan gak ada tetangganya yang tau. Plus berdasarkan pengakkuannya dia cerita ke tetangga kalu dia sudah ‘slept’ with maid, nanny bahkan istri majikannya, wow!! Sebelumnya si sopir ini punya istri di Sukabumi, tapi kemudian waktu dia kerja di kota besar dia cerai yang pertama dan memutuskan menikah dengan yang kedua. Tapi masalahnya istri nomer satu ini enggak sadar blas kalau dia udah dicerai, dia masih sesekali ke Jakarta dan nanyain kemana suaminya. Padahal si sopir ga berapa lama udah bosen sama yang kedua dan telah menemukan yang ketiga, another applause!!

Cerita lain yang dituangkan di artikel yang sama, adalah soal para nanny dan pembantu yang ada di komplek perumahan atau apartment. Gimana mereka setiap ‘jagain’ anak majikan main, itu malah jadi saat promosi mereka ‘ how they dress themselves up in their shortest, tightest skirt or skinniest jeans’ .  trus selanjutnya flirting sama pak satpam, buruh atau tukang kebun. ‘ The park is more like a dating agency than a children’s recreation ground’ kata dia

But you can’t help thinking the TV stations are telling the wrong ones, because for sure, the real life stories on the street prove truth is stranger than fictions J See,,, bagaimana profesi seperti driver, maid, nanny dan teman2nya pun bisa memberikan gambaran pada mereka seperti apa perilaku, etos kerja Indonesia. Se ‘sepele’ apapun profesi kita, we are the ambassador of Indonesia gak perlu jadi putri Indonesia atau putri2 lainnya untuk bisa mewakili Indonesia 😀 Au revoir!!Gambar

Es Ting Ting branded

Es Ting Ting ala Amrik

Baru ngeh kalau es ting ting itu ada yang branded namanya Popsicle. Pas tadi disuruh bikin poster dengan tulisan popsicle, cuma aku yes yes-in aja, padahal ngebatin, apa toh popsicle itu. Jadi es ting-ting ini diproduksi sama Unilever sebenernya, tapi kayaknya enggak dipasarin di Indonesia. Disini mereka cuman jual es krim Walls sih 😥 Coba cek websitenya di http://www.popsicle.com/ enak enak banget kayaknya…slurp!! Dan ada yang Low fat, no sugar, harusnya kalau ada di Indo kan enak anak2 bisa jajan es tanpa bikin gendut atau diabetes.

To be a Doctor,,

Satu hal yang saya cintai tentang Jodi, ia selalu memposisikan berbagai hal dalam hidup itu seperti sisi mata uang, yang tidak bisa kita judge hanya dari satu sisi saja. Saya baca novel Harvesting Heart ini tepat ketika ibu di rumah sakit, membuat saya mempertanyakan segala hal tentang dunia kedokteran dan kesehatan. Bagaimana bisa sampai ada banyak orang rela merogoh kocek lebih dalam, demi berobat ke Singapura atau Malaysia. Dimana letak kesalahan dunia medis kita ini ? Apakah SDMnya yang tidak kompeten atau peralatannya yang kurang modern?

Di akhir novel ini Jodi mengutarakan satu pertanyaan, Nicholas merasa dirinya adalah seorang pahlawan, ketika berhasil menyelamatkan nyawa pasien. Bagaimana kemudian di masyarakat menjadi dokter itu bisa mencapai status tersebut ? Status pahlawan di mata orang lain ? Ternyata tidak mudah, entah apa yang dilukiskan Jodi dalam novelnya sama atau tidak di kenyataan. Tapi berprofesi sebagai dokter selain diperoleh dengan kerja keras dan banyak belajar tentunya. Tapi ada juga persaingan di dunia kedokteran. Dimana setiap dokter ingin menjadi yang terbaik dan terkadang mereka harus ‘mengalahkan’ rekan sesama dokter. Nicholas yang sebenarnya masih terlalu muda untuk jadi kepala departemen bedah jantung, bahkan tidak terlalu kenal siapa dokter bedah yang biasa bersamanya di ruang operasi. Tapi berbeda dengan pasien yang sudah membayar $ 31,000 untuk memperoleh jasanya, ia rela mendengar keluhan dan tertawa bersama orang itu.

Ketika Nicholas akhirnya berada di ruang tunggu menunggu Max dioperasi, bukan lagi sebagai dokter yang berada di dalam ruang operasi, yang bisa melakukan sesuatu menjadi pahlawan menyelamatkan anaknya sendiri. Titel yang ia peroleh sebagai kepala departemen bedah jantung, tak berguna, karena akan melanggar kode etik medis jika ia ikut masuk dalam ruang operasi, Nicholas kini tak lebih dari manusia biasa, bukan pahlawan, bukan orang yang bisa menyembuhkan dan menyambung ‘tangan Tuhan’, ia hanya bisa menununggu. Ketika Nicholas berada di hadapan pasien bypass, yang harus ia operasi jantungnya, dan ia tidak ‘benar-benar kenal’ dengan pasiennya, mudah baginya mengibaratkan hidup dan mati seperti hitam dan putih. Ketika pasien meninggal di ruang operasi, ia merasa gagal, tapi kesedihan itu bukanlah sesuatu yang harus ia rasakan secara personal, dia tidak seharusnya memang. Menjadi dokter berarti juga belajar bahwa, kematian hanyalah bagian dari hidup, BUT PARENTS SHOULDN’T HAVE TO.

 Setelah membaca novel ini, saya jadi bertanya seberapa rumitkah menjadi dokter dengan titel pahlawan, tidakkah mereka stress setiap malam memikirkan pasien-pasien yang ada di rumah sakit. Memikirkan besok apakah ia menjadi pemberi kabar gembira atau justru kabar buruk. Saat saya berhadapan dengan dokter yang merawat ibu saya, rasanya saya ingin bertanya ‘ Apakah dokter pernah berada di posisi saya ?Ketika anda hanya menjadi manusia biasa, yang cuma bisa terpaku menunggu istri, anak atau siapapun yang anda sangat cintai diselamatkan orang lain?’. Semoga Tuhan senantiasa memberi berkah atas jasa anda menyelamatkan orang lain sekaligus keluarga pasien mampu memaklumi ketika anda tidak dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Because u are not the one who decide life and death, all you do is just try to heal, to fixing everything that went wrong.

Harvesting the Heart

Lama sekali nggak berbagi soal buku yang gue baca yah…padahal udah tamat 2 buku sedari minggu lalu. Oke, now i’m proudly present another Jodi Picoult book yang judulnya ‘Harvesting The Heart’. Buku ini saya beli seharga 10ribu perak doang waktu ada acara semacam Swap Books di Library sekolah. Nyenengin juga kerja di SIS kan bisa menyalurkan hobi membaca gue 😀

The story is begin with a girl named Paige O’Toole dan seseorang yang tidak sengaja ia temui ketika bekerja sebagai pelayan restaurant bernama Nicholas Prescott (yang ternyata her husband to be). Cinderella banget lah pokoknya buku ini, gimana bisa Paige yang minggat dari rumah setelah lulus SMA,jadi pelayan resto dan mendadak ketemu Nicholas yang waktu itu kuliah di kedokteran Harvard University. Cerita yang picisan banget kan?? tapi bukan Jodi Picoult kalau novelnya gak penuh surprise. Nicholas bukan cuma calon dokter yang ganteng, tapi dia putra satu-satunya dari Robert Prescott, dokter spesialis kardiovaskular dan Astrid Prescott, fotografer ternama plus keturunan bangsawan. Sedangkan Paige hanya seorang yang ayahnya pekerja biasa dan ibunya meninggalkannya saat ia kecil, namun ia punya keahlian unik, yaitu bisa mensketsa figur seseorang sekaligus mengungkapkan ‘rahasia’ yang tersimpan didalam dirinya.

Tak peduli seberapa larut dalam asmara Paige dan Nicholas,Robert dan Astrid menentang ketika keduanya berniat menikah. Mereka beranggapan bahwa keduanya baru saling mengenal, paling tidak jika Nicholas sudah menjadi dokter maka ia berhak memutuskan apa ia masih ingin menikahi Paige. But finally, mereka nikah tanpa restu orangtua Nicholas, dan Paige harus struggling dengan kerja di 2 tempat demi biayain kuliah suaminya. Karna sejak mereka married, The Prescott sudah gak mau lagi bayarin tuition fee-nya Nicholas. Syukur Alahamdulillah, dewi fortuna masih menanungi pasangan muda ini, akhirnya Nicholas lulus sebagai dokter kardiovaskular dan Paige hamil anak laki-laki.  

Akan tetapi dengan kesuksesan Nicholas sebagai dokter ahli jantung dan kehamilan Paige, justru menjadi cobaan bagi masing – masing. Nicholas yang terobsesi menjadi dokter pimpinan untuk spesialis jantung, mengharuskan Paige beradaptasi dengan dunia sosial keluarga dokter. Dunia dimana Paige menjadi istri yang elegan, smart, ahli ber-sweet talk dan tanpa cela bukan seorang wanita ‘biasa’. Sedangkan dalam dirinya sendiri, ia masih meragu bagaimana Tuhan percaya ia untuk menjadi seorang ibu sedangkan salah satu alasan Paige minggat dulu adalah untuk mengubur masa lalunya, dimana ia mengaborsi bayinya dan Jake.

Yup, jadi Paige sudah pernah hamil sebelumnya dengan pacar pertamanya bernama Jake, dan ia melakukan aborsi. Luka masa lalu itu terus membekas dalam dirinya dibarengi dengan ketakutan bagaimana jika ia nanti juga akan meninggalkan anaknya demi mengejar mimpi sama seperti yang ibunya lakukan. And it happened , ketika Max anak laki-lakinya lahir dan Nicholas semakin sibuk, Paige merasa ia butuh waktu luang also lived the way she used to be,karena sama sekali gak gampang untuk menjadi ibu. Ketika pamit pergi ke department store, dia tidak kembali ke rumah tapi ke Pennsylvania – tempat dimana masa lalunya berada-. Nicholas kalang kabut, dan tidak paham sedikitpun jalan pikiran istrinya, disela kesibukannya menjadi dokter jantung he also must being a mother for his baby.  Akhirnya ia mengambil jalan terakhir yaitu minta bantuan pada nenek Max,Astrid Prescott yang selama ini masih sering meneleponnya.

Setelah selama tiga bulan Paige mencoba berdamai dengan masa lalu, menemui Jake yang kini berkeluarga, melepas rindu pada ibunya yang kini menjadi joki kuda. Ia akhirnya kembali, namun Nicholas sudah menutup pintu maafnya, ia tak mengijinkan istrinya menyentuh Max dan berniat mengajukan gugatan cerai. Paige tidak putus asa, ia tahu rutinitas Nicholas dan mencoba pergi ke rumah keluarga Prescott, yang anehnya justru menerima Paige. Pada satu kesempatan Robert Prescott menjelaskan bagaimana ia memahami menantunya, because he was nobody too when he met Astrid. Bagaimana demi cinta dengan susah payah ia ‘beradaptasi’ dengan hidup ala bangsawan ketika menikah dengan Astrid, itulah alasan utama ia menentang pernikahan mereka dulu. At the end of the story,setelah usaha Paige ‘menguntit’ Nicholas di rumah sakit, hatinya luluh justru saat Max jatuh sakit. Tanpa sadar ia menghampiri Paige dan mereka bersama ke rumahsakit untuk menunggu Max yang terkena radang usus dan harus dioperasi. Di ruang tunggu operasi, mereka yang sama – sama merasa ‘gagal’ sebagai orangtua karena tidak menjaga Max dengan baik, akhirnya justru keadaan itu yang membuat mereka dekat dan menyadari betapa mereka saling menyayangi satu sama lain.

 

Last word, masa lalu itu tidak akan pernah bisa kita kubur selamanya, akan terus ada menjadi bagian dari diri kita namun tidak berarti menghalangi kita menyambut masa depan, meski masa depan bukanlah sesuatu yang pasti. Di antara ketidakpastian itu biasanya akan kita temukan ‘kejutan’.

 

Why do i start this blog ?

Ahh,,tangan saya sudah mulai kesemutan sebenernya nulis cerita tadi, tapi gapapalah keburu lupa kan dan momen-nya gak dapet jadi kita kebut ke cerita kedua saya ya. Bukan cerita sih, lebih ke penjelasan aja sebenernya. Penjelasan tentang WHY DO I START BLOGGING? Bukan karena blog baru ngetren buat ajang jualan, ataupun karena saya bisa posting poto2 narsis ala mbak-mbak hijabers yang lagi musim itu. *psstt,,,sebenernya karena saya ndak punya aja sih poto2 narsis yang layak tampil,,,,L.o.L!! keliatan banget kan nih blog isinya tulisan mulu, kalopun ada poto palingan cover buku yang gue baca…

Alasan saya ngeblog terutama adalah untuk merekam momen, mencoba mempertahankan memori, karena otak yang sudah full kayaknya sampe beberapa hal akirnya terpaksa disimpen di pojokan dan akirnya lupa. Memori yang penting, yang sering ditanyain HRD pas interview gue malah lupa seringnya, memori yang personal malah guenya inget banget. Curhat freshgrad juga sih waktu akhirnya lolos seleksi kesekian di perusahaan FMCG berinisial N yang ada malah habis waktu untuk berangan-angan mencoba menggali ingatan sambil diiringi rasa nervous. Tau kan gimana hasilnya kalo udah situasi kayak gitu? Ngarang cerita lah akirnya, sambil ngeles sana sini pas ditanyain sampe detail,hahahaha

Sama persis waktu interview kedua saya di Indonesia Mengajar, ya saya nggak percaya lo bisa kepilih dari 7ribuan yang ndaptar dan saya yakin pasti anak2 kueren plus berjiwa dan bermimpi besar, ya kayak saya ini 😀 Yang lolos cuman 280an orang lo, yah walaupun akirnya belum bisa jumpa sama adik-adik dan saudara di pelosok negeri sana, gapapalah saya tetep hepi dan bangga bisa ikutan DA-nya IM. Paling inget waktu ditanyain pas interview, kapan sih momen waktu kamu sudah mengorbankan sesuatu, tapi sama orang lain hal yang kamu lakukan itu kurang dihargai ? Dan dengan polosnya saya, menjawab, harus dalam konteks profesional ya mbak, pribadi nggak boleh ‘the most silly answer i ever said’ saking gak ingetnya aku!!

Dan….pas sesi interview HRD berakhir, sudah bisa ditebak pasti langsung keingetan tuh semua momen yang harusnya lebih tepat dan kemungkinan lebih bisa memperbesar peluang kita diterima. Ahh,,kenapa tidak kutulis saja semua pengalaman apapun itu, ide2ku,buku2 yang aku baca selama ini, film2 yg aku tonton, biar besok-besok kalo mau interview persiapannya tinggal baca aja nih blog dari awal… So that’s the reason why i start to blog, so i can share these important moments in my life, mungkin nanti gak cuma akan diceritain didepan HRD tapi juga untuk orang – orang yang akan hadir dalam kehidupan saya nantinya.

Life Story

Hello blog J long time no see write ya,,hehe. Maaf, kemaren sibuk ngurusin ibu, she’s back to stay in the hospital. Tapi Alhamdulillah sekarang udah balik lagi ke rumah. Too many things and story i’d love to share, sampe bingung mau mulai dari yang mana nih.

Ehmm maybe mulai dari cerita gimana ibu kemarin dirawat ya, kebetulan ibu dirawat di salah satu rs pemerintahan, karena pertimbangan biaya dan dekat juga dari rumah. Syukurnya bapak dulunya PNS, jadi ibu bisa pakai Askes pembiayaannya, tapi ya tetep aja sih beberapa obat2an ada yang gak dicover. Anything goes smooth at least sampai di hari dimana ibu udah seminggu di rs dan jadwal operasi sudah ditunda dua kali.  Bayangkan kamu liat orang yang kamu sayangi menahan sakit dan orang yang kerja di rs itu just simply follow the procedure. Otomatis semua keluarga gupuh dan saya ikutan kelabakan juga, mulai ngontakin temen2 yang kuliah di FK *yang asumsi saya bisa punya penjelsan yg lebih melegakan hati*, mengira- ngira apa ada pejabat sekitar atau keluarganya yang membuat ‘nomor antrian’ operasi bisa bergeser. Atau bisa juga dokternya lupa ibu jadwalnya dioperasi, ada pasien lebih gawat yang harus didahulukan, itu si penjelasannya. Lalu bukannya penyakit biasa yang nanganinnya ditunda2 bisa tumbuh jadi gawat juga??

Sampe ada saudara yang nyaranin untuk pindah ke rs swasta aja, tapi mulai dari 0 lagi berarti dg dokternya yg belum tau sejarahnya ibu, prosedur masuk rs, transferin medical record, membayangkannya saja sudah cukup bikin pusing. But anything  as long as my mom can be taken care of soon, we’ll do it!!  Ide pindah paviliun-pun sudah dipikirin, gak masalah juga meskipun biayanya akan lebih mahal, because no matter how much money you have, it isn’t worthed if you’re sick.. Syukur Alhamdulillah akhirnya tidak terjadi penundaan lagi untuk ketiga kalinya, walaupun masih dag-dig-dug juga nungguin operasi. Pertama kali nungguin di r.operasi dan Icu, deg2annya ngalahin kalo mau ketemu pacar sampe bisa bikin susah tidur – padahal aku orangnya doyan tidur- sumpah gue gak bo’ong!! It’s like we know that we all are going towards death, so do our beloved ones. Tapi pas kita nunggu di r.operasi atau Icu dan liat betapa pucatnya muka mereka, mata terpejam karna obat bius, selang di idung dan suara rekam jantung yang bip bip itu,,kayak lebih ngingetin lagi aja, memperjelas kehidupan itu bisa dan sangat mungkin berakhir kapan aja kalau Allah sudah menghendaki.

Anyway waktu ibu sakit itu, saya jadi bersyukur dulu nggak jadi ambil jurusan kuliah yang related to rumahsakit. Kayaknya berkarir di rs, sama sekali nggak sesuai untuk pribadi saya yang gak tegaan, gupuhan dan suka ber’inovasi’ gak seneng sama aturan yg saklek. Dengan profesi yg sekarang aja nih, saya selalu gak tega liat tamu yang dibiarin nunggu di lobby pas ada janji sama faculty staff. Gimana saya bisa kerja di rs, kalau setiap ada pasien masuk atau dirawat saya nggak tega, wah bisa amburadul itu prosedurnya,hehe. Bukan berarti saya nuduh mereka2 yg kerja di rs tegaan orangnya, tapi mungkin lebih karena they’re used to it, mereka sudah bisa memberi batas antara rasa kasihan dan profesionalisme untuk menaati aturan. Kebayang kan orang2 yang di bagian penerimaan pasien itu, kemarin tetangga saya juga masuk rs, beliau menggunakan Jamkesmas, padahal dia sudah keliatan banget sakitnya, tubuhnya kurus kering, tapi dia terpaksa balik lagi ke rumah, ngantri lagi besok, karena dia salah ngantrinya ke bag.umum padahal harusnya di UGD. Nah itu tuh yg kayak gitu, klo aku petugasnya yang ada pasti nggak tega, semua aja diterima2,,hehe.

Okay that’s all for this story, buat temen2 dan yang bukan temen :p, yang mungkin keluarganya ada yang sakit atau tertimpa musibah apapun itu semoga bisa melewatinya dg segera. Keep positive thinking, sabar dan terus berdo’a padaNya… 🙂